Harta yang halal adalah rezeki yang akan diberkahi Allah Ta’ala dan bermanfaat dunia akherat. Dampak positif dari harta halal bisa dirasakan oleh setiap individu, keluarga dan bahkan masyarakat. Kebalikan dampak positif harta halal berarti adalah dampak negatif dari harta haram.
1. Harta Halal Mendorong Beramal Shalih
Allah Ta’a berfirman:
يَا أَيُّهَا الرُّسُلُ كُلُوا مِنَ الطَّيِّبَاتِ وَاعْمَلُوا صَالِحًا إِنِّي بِمَا تَعْمَلُونَ عَلِيمٌ
“Wahai para Rosul! Makanlah dari (makanan) yang baik-baik dan kerjakanlah kebajikan. Sungguh, Aku Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS. al-Mu’minun [23]: 51)
Imam Ibnu Katsir rahimahulloh menjelaskan bahwa Allah Ta’ala pada ayat ini memerintahkan para Rasul ‘alaihimussalaam agar makan makanan halal, dan beramal shaleh. Disandingkannya dua perintah ini mengisyaratkan bahwa makanan halal adalah pembangkit amal shaleh, dan sungguh mereka benar-benar telah mentaati kedua perintah ini.[i]
روى ابن حبان عن عمرو بن العاص قال: قال رسول الله صلى عليه وسلم : يا عمرو نعم المال الصالح مع الرجل الصالح
Imam Ibn Hibban meriwayatkan dari ‘Amr ibn al-Ash, beliau berkata: Rasulallah shalallahu alaihi wasalam bersabda: “Wahai ‘Amr! Sebaik-baik harta yang halal adalah harta yang berada pada orang sholeh.” (HR. Ibn Hibban)[ii]
Orang yang shalih adalah orang yang memperhatikan halal haram dalam mencari rezeki sehingga ia tidak akan memasukan ke dalam perutnya kecuali makanan yang dipastikan akan kehalalannya.
2. Harta Halal Sebab Dikabulkannya Do’a.
Doa adalah ibadah uluhiyyah kepada Rabb yang Maha Suci. Berdoa kepada Allah Ta’ala sebagai bukti salah satu bentuk penghambaan seseorang kepada Allah Ta’ala. Karena Allah Ta’ala adalah Dzat yang Maha Suci maka Dia tidak akan menerima doa hamba-Nya yang tumbuh dari harta kotor, yaitu harta haram dzatnya atau cara memperolehnya tidak sesuai dengan tuntunan syariat Islam.
رَوَى مُسْلِمٌ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّ اللَّهَ طَيِّبٌ لَا يَقْبَلُ إِلَّا طَيِّبًا وَإِنَّ اللَّهَ أَمَرَ الْمُؤْمِنِينَ بِمَا أَمَرَ بِهِ الْمُرْسَلِينَ فَقَالَ:{ يَا أَيُّهَا الرُّسُلُ كُلُوا مِنْ الطَّيِّبَاتِ وَاعْمَلُوا صَالِحًا إِنِّي بِمَا تَعْمَلُونَ عَلِيمٌ } وَقَالَ:{ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُلُوا مِنْ طَيِّبَاتِ مَا رَزَقْنَاكُمْ }. ثُمَّ ذَكَرَ الرَّجُلَ يُطِيلُ السَّفَرَ أَشْعَثَ أَغْبَرَ يَمُدُّ يَدَيْهِ إِلَى السَّمَاءِ يَا رَبِّ يَا رَبِّ وَمَطْعَمُهُ حَرَامٌ وَمَشْرَبُهُ حَرَامٌ وَمَلْبَسُهُ حَرَامٌ وَغُذِيَ بِالْحَرَامِ فَأَنَّى يُسْتَجَابُ لِذَلِكَ.
Imam Muslim meriwayatkan dari Abu Hurairoh radhallahu ‘anhu, ia mengatakan, Rasulallah shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Wahai manusia! Sesungguhnya Allah itu baik, Dia tidak menerima kecuali yang baik-baik. Sesungguhnya Allah memerintahkan orang-orang yang beriman kepada apa yang telah diperintahkan-Nya kepada para Rosul, dengan firman-Nya “Wahai para Rasul! Makanlah dari (makanan) yang baik-baik dan kerjakanlah kebajikan.” (QS. al-Mu’minun:51) dan firman-Nya “Hai orang-orang yang beriman, makanlah di antara rezeki yang baik-baik yang Kami berikan kepadamu” (QS. al-Baqoroh: 172). Kemudian beliau menyebutkan orang yang melakukan perjalanan panjang, berambut acak-acakan dan warna kulitnya berubah, ia mengangkat kedua tangannaya ke langit dengan mengatakan, ‘Wahai Rabb! Wahai Rabb! Sementara makanannya haram, minumannya haram, pakaiannya haram, dan diberi makan dengan suatu yang haram; maka bagaimana mungkin doakanya dikabulkan?!.” (HR. Muslim No.1015)
Imam Ibn Daqiq al-ied rahimahullah menjelaskan bahwa Di dalam hadits tersebut terdapat anjuran untuk berinfak dari yang halal dan melarang berinfak dari yang tidak halal dan apa-apa yang dimakan, diminum, dan yang dipakai selayaknya dari yang halal dan bersih, tidak ada syubhat di dalamnya. Barangsiapa yang ingin berdo’a hendaklah terlebih dahulu memperhatikan urusan tersebut dari urusan yang lainnya.”[iii]
Muhammad ibn Shalih al-Utsaimin menjelaskan bahwa hadits ini merupakan peringatakan keras dari memakan barang haram, karena memakan barang haram menjadi salah satu penghalang doa terkabul meski sebab-sebab terkabulnya doa terpenuhi, berdasarkan sabda Nabi “Dari mana doanya bisa dikabulkan karenannya?” Di samping itu memakan barang haram akan menghalangi seseorang untuk menunaikan kewajiban agama, karena tubuhnya diberi makanan yang rusak, dan orang yang memakan makanan yang rusak tentu akan berimbas pada tubuhnya.[iv]
3. Harta Halal Adalah Obat Penawar.
Makan dari harta yang halal adalah makanan yang bisa menjadi obat penawar, tidak memberi mudharat pada jasmani dan ruhani dan pastinya menjaga diri dari ancaman api Neraka.
Allah Ta’ala berfirman:
وَآتُواْ النَّسَاء صَدُقَاتِهِنَّ نِحْلَةً فَإِن طِبْنَ لَكُمْ عَن شَيْءٍ مِّنْهُ نَفْسًا فَكُلُوهُ هَنِيئًا مَّرِيئًا
“Berikanlah oleh kalian mahar kepada wanita (yang kamu nikahi) sebagai pemberian dengan penuh kerelaan. Kemudian jika mereka menyerahkan kepada kalian sebagian dari mahar itu dengan senang hati, maka makanlah (ambillah) pemberian itu (sebagai makanan) yang baik lagi baik akibatnya.” (Qs. An Nisa’: 4)
Imam Ibnu Jarir al-Thabari rahimahullah menafsirkan akhir ayat di atas dengan berkata: “Makna firman Allah: Maka makanlah pemberian itu niscaya menjadi obat yang menawarkan.”[v]
Imam al-Qurthubi menukilkan dari sebagian ulama’ tafsir bahwa maksud firman Allah Ta’ala: ‘Al Hani’ ialah yang baik lagi enak dimakan dan tidak memiliki efek negatif, sedangkan ‘Al Mari’ ialah yang tidak menimbulkan efek samping pasca dimakan, mudah dicerna dan tidak menimbulkan peyakit atau gangguan.”[vi]
Ketika memakan harta halal memberikan efek manfaat yang besar maka memakan dari harta yang haram pun akan memberi efek mudharat yang besar pula yaitu menyebab ibadah dan do’a yang tertolak, membahayakan tubuh, dan sebab masuk Neraka.
رَوَى أَحْمَدُ عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللهِ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لِكَعْبِ بْنِ عُجْرَةَ: إِنَّهُ لَا يَدْخُلُ الْجَنَّةَ لَحْمٌ نَبَتَ مِنْ سُحْتٍ النَّارُ أَوْلَى بِهِ
Imam Ahmad meriwayatkan dari Jabir ibn Abdullah bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda kepada Ka’ab ibn Ujrah, “Tidak masuk surga daging dan darah yang tumbuh dari harta yang haram, dan neraka lebih pantas baginya.” (HR. Ahmad)[vii]
Alasannya karena makanan itu manjadi bahan baku tubuh. Sedangkan tubuh yang tumbuh dari makanan yang haram akan merasa enggan untuk beribadah dan taat kepada Allah. Ia justru siap dalam melakukan maksiat kepada-Nya. Setiap gerak-gerik dan aktifitasnya cenderung kepada hal-hal yang diharamkan. Tubuh yang semacam inilah yang pantas masuk neraka. Karenanya, mengkonsumsi barang haram tidak hanya menghalangi diterimanya doa dan ibadah, melainkan juga pelakunya pantas masuk neraka.[viii]
Sesungguhnya harta dan rezeki yang haram akan mendorong orang pada perilaku yang akan mencelakakan dirinya sendiri dan menyebabkan dirinya akan terjerumus ke dalam siksa api neraka. Oleh karena itu, kalau kita ingin memiliki perlaku yang baik, maka salah satu yang perlu diperhatikan adalah mengupayakan makanan-makanan yang dikonsumsi betul-betul makanan yang halal, baik substansi atau bendanya maupun cara mendapatkannya.[ix]
Demikianlah beberapa dampak postitif dari mengkonsumsi harta yang halal, yaitu: Mendorong beramal shalih, sebab dikabulkannya doa dan sebagai obat penawar. Maka, kebalikan dari dampak positif tadi seperti mendorong berbuat kemaksiiatan, sebab tertolaknya doa dan sumber penyakit adalah dampak negatif dari mengkonsumsi dari harta haram.
Selain dampak buruk tadi yang disebabkan harta haram, masih banyak dampak lain yang disebabkan harta haram. Di antaranya:
1. Harta Haram Termasuk Makan Harta Dengan Cara Batil
Allah Ta’ala berfirman:
وَلَا تَأْكُلُوا أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ وَتُدْلُوا بِهَا إِلَى الْحُكَّامِ لِتَأْكُلُوا فَرِيقًا مِنْ أَمْوَالِ النَّاسِ بِالْإِثْمِ وَأَنْتُمْ تَعْلَمُونَ
“Dan janganlah sebagian kamu memakan sebagian harta yang lain di antara kamu dengan cara yang batil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebagian daripada harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kamu mengetahui.” (QS. al-Baqoroh [2]: 188)
Allah Ta’ala berfirman:
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَأْكُلُوا أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ إِلَّا أَنْ تَكُونَ تِجَارَةً عَنْ تَرَاضٍ مِنْكُمْ وَلَا تَقْتُلُوا أَنْفُسَكُمْ إِنَّ اللَّهَ كَانَ بِكُمْ رَحِيمًا
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan cara perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kapadamu.” (QS. an-Nisa [4]: 29)
2. Harta Haram adalah Perbuatan Mendurhakai Allah
Allah Ta’ala berfirman:
يَاأَيُّهَا النَّاسُ كُلُوا مِمَّا فِي الْأَرْضِ حَلَالًا طَيِّبًا وَلَا تَتَّبِعُوا خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُبِينٌ. إِنَّمَا يَأْمُرُكُمْ بِالسُّوءِ وَالْفَحْشَاءِ وَأَنْ تَقُولُوا عَلَى اللَّهِ مَا لَا تَعْلَمُونَ
“Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan; karena sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagimu. Sesungguhnya syaitan itu hanya menyuruh kamu berbuat jahat dan keji, dan mengatakan terhadap Allah apa yang tidak kamu ketahui.” (QS. al-Baqarah: 168-189)
3. Harta Haram adalah Penyebab Kehinaan
روى أبو داود عَنِ ابْنِ عُمَرَ قَالَ: سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم يَقُولُ: إِذَا تَبَايَعْتُمْ بِالْعِينَةِ وَأَخَذْتُمْ أَذْنَابَ الْبَقَرِ وَرَضِيتُمْ بِالزَّرْعِ وَتَرَكْتُمُ الْجِهَادَ سَلَّطَ اللَّهُ عَلَيْكُمْ ذُلاًّ لاَ يَنْزِعُهُ حَتَّى تَرْجِعُوا إِلَى دِينِكُمْ
Abu Dawud meriwayatkan dari ibn Umar, beliau berkata: Saya mendengar Rasulallah shallallahu alaihi wasallam bersabda, “Jika kalian melakukan transaksi berjual beli ribawi, mengikuti ekor sapi (tunduk dengan harta kekayaan), mengagungkan bercocok tanam (sibuk dengan pertanian) dan meninggalkan jihad, maka Allah akan menguasakan kehinaan atas kalian. Allah tidak akan mencabutnya dari kalian hingga kalian kembali kepada agama kalian.” (HR. Abu Dawud)
Secara umum Islam memerintahkan agar manusia mengkonsumsi harta yang halal dan harta halal tidaklah diperoleh melainkan dengan cara yang halal. Dengan demikian, secara mendasar Islam telah memerintahkan mumalah dengan cara yang baik dan benar yaitu sesuai dengan rambu-rambu muamlah Islam.
Salah satu hikmah adanya hukum halal haram adalah untuk membuktikan ketaatan seorang hamba kepada Rabb-Nya, siapakah di antara mereka yang tuntuk dan patuh terhadap aturan Rabb-Nya dan siapa yang tidak. Adanya halal harampun demi mashlahat bagi bagi menusia agar tidak ada yang didzalimi dalam bertransaksi, baik untuk tubuhnya ketika dikonsumsi dan kondisi sosial masyarakat secara umum.
Disusun oleh: Abu Mujahidah al-Ghifari, Lc., M.E.I.
www.mimbarhadits.wordpress.com
FOOTNOTE
[i] Ahmad Syakir, Umdah at-Tafsir an al-Hafidz ibn katsir, Beirut: Dar al-wafa, Cetakan Kedua, 2005, Jilid 2, hlm. 620.
[ii] Menurut Syaikh Syu’aib al-Arna’ut sanadnya kuat berdasarkan syarat hadits imam Muslim dalam shahih ibn Hibban No.3210, hadits tersebut pun diriwayatkan pula oleh imam Ahmad dalam musnadnya dengan perbedaan sedikit redaksi. Syaikh al-Bani menshahihkan hadits tersebut dengan redaksi (نعم المال الصالح للمرء الصالح) yang bermakna, “Sebaik-baik harta yang halal adalah harta halal yang dimiliki oleh orang sholeh.”
[iii] Lihat, Ibnu Daqiq al-Ied, Syarh Hadits ar-Ba’in, Solo: Pustaka at-Tibyan, Cetakan ke-IV, Desember 2009, hlm. 78.
[iv] Muhammad bin Shalih al-Utsaimin, Syarh Hadits Arba’in, Jakarta: Ummul Qura, Cetakan I, Juli 2012, hlm. 199-200.
[v] Muhamad bin Jarir at-Thibari, Jaami al-Bayan fi Ta’wili al-Qur’an, Beirut Libanon: Daar al-Kutub al-Ilmiah:, Cetakan ketiga, 1999, Jilid 3, Hlm.586
[vi] Muhamad bin Ahmad al-Qurthubi, al-Jami’ li Ahkam al-Qur’an, Ta’liq: Muhammad Ibrohim al-Hifnawi, Takhrij: Mahmud Hamid Utsman, Kairo: Daar al-Hadits, 2002, Jilid 3, hlm.29.
[vii] Menurut Syu’aib al-Arna’ut bahwa sanad hadits ini kuat sesuai syarat Muslim, para pewarinya tsiqat kucuali ibn Khaitsam yaitu Abdullah ibn Utsman, dan beliau adalah Shaduq La Ba’sa Bihi.
[viii] Ali Mustafa Ya’qub, Kriteria Halal Halam, Jakarta: PT.Pustaka Firdaus, Cetakan pertama, Mei 2009, Hlm.xxi
[ix] Didin Hafidhuddin, Agar Harta Berkah dan Bertambah, Jakarta: Gema Insani, Cetakan Keempat, Desember 2009, hlm. 48-49.
Tinggalkan komentar